Perubahan Sikap Fedi – Pada tanggal 1 Maret 2024, Fedi Nuril, aktor ternama yang dikenal melalui perannya dalam film “Ayat-ayat Cinta,” mengungkapkan perubahan sikapnya terhadap Prabowo Subianto melalui cuitan di akun media sosialnya. Sebelumnya, Fedi Nuril secara terang-terangan menolak gagasan Prabowo menjadi presiden Indonesia. Namun, kini ia menyatakan bahwa ia bisa menerima Prabowo sebagai presiden karena dipilih oleh sebagian besar rakyat. Meskipun demikian, Fedi Nuril tetap mempertanyakan pemberian gelar Jenderal kehormatan bintang empat kepada Menteri Pertahanan tersebut.
Cuitan Fedi Nuril menciptakan sorotan di dunia maya, memicu diskusi luas mengenai pandangannya terhadap Prabowo Subianto. Dalam cuitannya, Fedi Nuril membahas beberapa poin yang menjadi dasar ketidaksetujuannya terhadap pemberian gelar Jenderal kehormatan bintang empat kepada Prabowo.
Pertama-tama, Fedi Nuril menyoroti pemberhentian Prabowo dari dinas keprajuritan karena beberapa pelanggaran yang tercantum dalam Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP. Keputusan ini, menurut Fedi, menunjukkan adanya pelanggaran yang cukup serius hingga menimbulkan saran untuk memberhentikannya dari dinas keprajuritan.
Fedi Nuril menilai bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut, sebagaimana disimpulkan oleh DKP, secara tidak langsung juga melibatkan beberapa asas dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Asas-asas seperti kebangsaan, kemanusiaan, kerakyatan, keadilan, keteladanan, kehati-hatian, keobjektifan, keterbukaan, kesetaraan, dan timbal balik, menurut Fedi, seharusnya menjadi pedoman dalam pemberian gelar kehormatan.
Kedua, Fedi Nuril merujuk pada sebuah dialog antara BJ Habibie dan Prabowo Subianto yang tercatat dalam buku ‘Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi’. Dalam dialog tersebut, dibahas tentang pelanggaran yang dilakukan Prabowo sebagai Pangkostrad dengan menggerakkan pasukan Kostrad menuju Istana tanpa sepengetahuan atau perintah Pangab. Fedi menyoroti halaman 101-104 buku tersebut yang menunjukkan keputusan pemberhentian Prabowo oleh Presiden BJ Habibie (Keppres No. 62/ABRI/1998).
Pertanyaan yang muncul menurut Fedi adalah alasan di balik pemberhentian Prabowo, terutama mengingat usia Prabowo waktu itu masih 47 tahun, yang jauh dari batas usia pensiun. Fedi Nuril mempertanyakan apakah keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang mendalam dan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan keadilan.
Fedi Nuril juga menyinggung pemahamannya mengenai peristiwa tersebut melalui buku ‘Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan’. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Fedi menggali informasi lebih lanjut dan mencari pemahaman yang lebih luas sebelum membentuk pandangan dan sikapnya terhadap isu ini.
Reaksi warganet terhadap cuitan Fedi Nuril sangat bervariasi. Ada yang menunjukkan dukungan terhadap pandangan Fedi, melihatnya sebagai ekspresi kebebasan berpendapat dan keprihatinan atas keputusan pemberian gelar kehormatan. Di sisi lain, ada juga reaksi yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap perubahan sikap Fedi Nuril, menganggapnya sebagai bentuk politisasi yang tidak perlu dalam konteks pemberian gelar kehormatan.
Perubahan sikap Fedi Nuril terhadap Prabowo Subianto mencerminkan dinamika perjalanan pandangan politik seorang individu. Dari penolakan terhadap Prabowo sebagai presiden hingga penerimaan atas pilihan rakyat, namun tetap mempertanyakan aspek lain yang dianggapnya masih mengganjal, Fedi Nuril membuka ruang untuk dialog dan refleksi lebih lanjut di tengah masyarakat yang cenderung terbagi oleh perbedaan pandangan politik.