Kisah Suku Amungme Papua, Pemilik Emas yang Terusir dari Tanahnya Sendiri

JAYAPURA – Suku Amungme adalah salah satu suku asli Papua yang mendiami kawasan Pegunungan Jayawijaya, tepatnya di Kabupaten Mimika dan Puncak Jaya. Suku ini memiliki sejarah panjang dan budaya yang unik, namun juga telah mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah adanya aktivitas pertambangan emas yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.

Asal Usul Suku Amungme

Menurut sejarah lisan suku Amungme, mereka berasal dari tanah dan keluar dari mulut gua dengan membawa benih untuk bercocok tanam. Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa leluhur suku Amungme berasal dari Lembah Baliem.

Suku Amungme memiliki kepercayaan bahwa mereka adalah makhluk pertama dari terciptanya manusia. Mereka percaya kepada satu Tuhan yang disebut Nagawan-Into. Suku Amungme juga memiliki berbagai ritual dan upacara adat yang berhubungan dengan kepercayaan mereka.

Kehidupan Suku Amungme

Suku Amungme adalah masyarakat agraris yang hidup dengan bertani dan berburu. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan, seperti jagung, ubi jalar, dan umbi-umbian. Mereka juga berburu hewan-hewan liar, seperti babi hutan, rusa, dan burung.

Suku Amungme memiliki rumah adat yang disebut honai. Honai adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu dan daun sagu. Honai biasanya berbentuk bulat dan memiliki satu pintu kecil.

Suku Amungme dan Aktivitas Pertambangan

Pada tahun 1967, PT Freeport Indonesia mulai melakukan aktivitas pertambangan emas di Pegunungan Jayawijaya. Aktivitas pertambangan ini telah berdampak besar terhadap kehidupan suku Amungme.

Suku Amungme kehilangan sebagian besar tanah adat mereka karena diambil oleh PT Freeport. Mereka juga mengalami berbagai dampak negatif dari aktivitas pertambangan, seperti polusi udara dan air, serta kerusakan lingkungan.

Suku Amungme telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan hak-hak mereka atas tanah adat yang mereka miliki. Mereka menuntut agar PT Freeport memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka alami.

Perjuangan Suku Amungme untuk Mempertahankan Tanah Adat

Suku Amungme telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mempertahankan tanah adat mereka dari aktivitas pertambangan PT Freeport Indonesia. Perjuangan mereka ini telah melalui berbagai fase, mulai dari negosiasi, protes, hingga kekerasan.

Pada awalnya, suku Amungme mencoba untuk melakukan negosiasi dengan PT Freeport. Mereka menuntut agar PT Freeport memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka alami. Namun, negosiasi ini tidak membuahkan hasil.

Pada tahun 1977, suku Amungme melakukan protes terhadap aktivitas pertambangan PT Freeport. Protes ini dilakukan dengan cara memblokade jalan menuju tambang. Protes ini berhasil menghentikan aktivitas pertambangan selama beberapa hari.

Pada tahun 1996, suku Amungme kembali melakukan protes terhadap aktivitas pertambangan PT Freeport. Protes ini dilakukan dengan cara menyerang tambang. Serangan ini menyebabkan beberapa orang tewas dan luka-luka.

Pada tahun 2009, suku Amungme membentuk Aliansi Masyarakat Adat Papua (AMPAP) untuk memperjuangkan hak-hak mereka. AMPAP telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hak-hak suku Amungme, termasuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

Pada tahun 2019, Mahkamah Agung memutuskan bahwa suku Amungme memiliki hak ulayat atas tanah adat mereka. Keputusan ini merupakan kemenangan bagi suku Amungme, namun belum sepenuhnya menyelesaikan masalah.

PT Freeport masih menolak untuk mengakui hak ulayat suku Amungme. PT Freeport juga belum memberikan kompensasi yang memadai atas kerugian yang dialami oleh suku Amungme.

Perjuangan suku Amungme untuk mempertahankan tanah adat mereka masih terus berlanjut. Perjuangan mereka ini menjadi simbol perjuangan masyarakat adat di seluruh Indonesia untuk mendapatkan hak-hak mereka.

Dampak Aktivitas Pertambangan Terhadap Suku Amungme

Aktivitas pertambangan PT Freeport telah berdampak besar terhadap kehidupan suku Amungme. Dampak negatif dari aktivitas pertambangan ini antara lain:

  • Hilangnya tanah adat

Suku Amungme kehilangan sebagian besar tanah adat mereka karena diambil oleh PT Freeport. Hal ini menyebabkan mereka kehilangan sumber mata pencaharian mereka.

  • Dampak lingkungan

Aktivitas pertambangan PT Freeport menyebabkan polusi udara dan air, serta kerusakan lingkungan. Hal ini berdampak negatif terhadap kesehatan dan kehidupan suku Amungme.

  • Konflik sosial

Aktivitas pertambangan PT Freeport telah menyebabkan konflik sosial antara suku Amungme dan PT Freeport. Konflik ini telah menyebabkan kekerasan dan kematian.

Dampak negatif dari aktivitas pertambangan PT Freeport ini telah menyebabkan penderitaan bagi suku Amungme. Suku Amungme telah kehilangan tanah adat mereka, sumber mata pencaharian mereka, dan bahkan keselamatan mereka.

Suku Amungme adalah suku asli Papua yang memiliki sejarah panjang dan budaya yang unik. Namun, mereka telah mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah adanya aktivitas pertambangan emas yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.

Suku Amungme telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan hak-hak mereka atas tanah adat yang mereka miliki. Perjuangan mereka ini menjadi simbol perjuangan masyarakat adat di seluruh Indonesia untuk mendapatkan hak-hak mereka.

Aktivitas pertambangan PT Freeport telah berdampak besar terhadap kehidupan suku Amungme. Dampak negatif dari aktivitas pertambangan ini telah menyebabkan penderitaan bagi suku Amungme.

Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh suku Amungme. Pemerintah perlu memastikan bahwa hak-hak suku Amungme atas tanah adat mereka diakui dan dilindungi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *