JAYAPURA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa golput di Pemilu 2024 hukumnya haram. Dampak Golput di Pemilu 2024 nantinya sangat buruk untuk demokrasi negara. Hal ini disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, pada Jumat (15/12).
“Kalau memang sudah ada yang ideal, kemudian dia tidak memilih memang hukumnya haram. Artinya kalau ini sudah ada calon yang secara hukum sah, secara presentasi diri itu juga cukup. Maka berarti tidak memilih hukumnya haram,” ujar Cholil dikutip CNNIndonesia.
Cholil menjelaskan, keputusan ini diambil berdasarkan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tentang Masa’il Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan) pada tahun 2009. Dalam ijtimak tersebut, diputuskan bahwa memilih pemimpin bagi umat Islam dalam menegakkan imamah hukumnya wajib.
“Jadi pemimpin adalah cermin dari masyarakat, oleh karena itu, apapun alasannya, tidak boleh tidak memilih di pemilu yang akan datang. (Jadi) harus memilih,” tegas Cholil.
Keputusan MUI ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Sebagian masyarakat setuju dengan keputusan tersebut, dengan alasan bahwa golput dapat merugikan bangsa dan negara. Sebagian masyarakat lainnya tidak setuju, dengan alasan bahwa golput merupakan hak asasi setiap warga negara.
Dampak Golput
Golput dapat berdampak negatif terhadap demokrasi dan pemerintahan suatu negara. Golput dapat menyebabkan suara minoritas tidak terwakili di parlemen, sehingga kebijakan yang diambil tidak mencerminkan aspirasi rakyat. Golput juga dapat menyebabkan pemerintahan menjadi tidak stabil, karena tidak memiliki legitimasi dari rakyat.
Di Indonesia, golput pernah mencapai angka yang cukup tinggi pada Pemilu 1999, yaitu 31,9%. Golput pada pemilu tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru, ketidakjelasan sistem pemilu, dan kurangnya sosialisasi tentang pentingnya pemilu.
Pengaruh Golput pada Pemilu 2024
Keputusan MUI ini diperkirakan akan mempengaruhi partisipasi pemilih pada Pemilu 2024. Hal ini karena MUI merupakan organisasi keagamaan yang memiliki pengaruh besar di masyarakat Indonesia.
Jika masyarakat Muslim Indonesia mematuhi keputusan MUI, maka diperkirakan partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 akan meningkat. Hal ini karena masyarakat Muslim akan merasa memiliki kewajiban untuk memilih pemimpin yang baik.
Namun, jika masyarakat Muslim Indonesia tidak mematuhi keputusan MUI, maka diperkirakan partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 akan tetap rendah. Hal ini karena masyarakat Muslim memiliki berbagai alasan untuk golput, seperti ketidakpuasan terhadap calon yang ada, ketidakpercayaan terhadap sistem pemilu, dan sebagainya.
Upaya Meningkatkan Partisipasi Pemilih
Untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2024, diperlukan upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan masyarakat.
Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya pemilu, serta menjamin pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Partai politik perlu menghadirkan calon yang berkualitas dan mampu mewakili aspirasi rakyat. Masyarakat perlu memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta berpartisipasi secara aktif dalam pemilu.
Tantangan terbesar dari keputusan ini adalah menghadapi sikap masyarakat yang tidak setuju dengan keputusan tersebut. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa golput merupakan hak asasi setiap warga negara, dan tidak dapat dipaksakan dengan hukum agama.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap calon yang ada. Jika masyarakat tidak puas dengan calon yang ada, maka kemungkinan besar mereka akan tetap memilih untuk golput, meskipun MUI telah mengharamkannya.
Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 dapat meningkat, sehingga dapat menghasilkan pemerintahan yang lebih demokratis dan berpihak pada rakyat.